DASAR-DASAR BALAGHAH
Shifat
kalam yang baliigh
- Tanaasuq al-ashwaat
(kesesuaian bunyi) : a) derajat terendahnya ialah ketiadaan tanaafur
huruf, b) derajat tertingginya ialah kesesuaian antara bunyi dan makna.
- Tarkib lughawi yang sesuai :
a) shahih (bebas dari khatha’ dan syadzdz), b) merepresentasikan makna
secara efektif
- Mengandung unsur-unsur
imajinatif yang berkesan.
Unsur-unsur
kalam :
1) Madhmun = makna
2) Syakl = lafazh
Hubungan diantara keduanya ibarat jasad dengan ruh.
Definisi Ilmu Balaghah
Ilmu Balaghah ialah ilmu untuk menerapkan (mengimplementasikan) makna dalam
lafazh-lafazh yang sesuai (muthabaaqah al-kalaam bi muqtadhaa al-haal).
Tujuan
ilmu balaghah :
mencapai efektifitas dalam komunikasi antara mutakallim dan mukhathab.
Jenis-jenis
Ilmu Balaghah :
Ilmu Ma’ani : ilmu yang mempelajari susunan bahasa dari sisi penunjukan
maknanya, ilmu yang mengajarkan cara menyusun kalimat agar sesuai dengan
muqtadhaa al-haal.
Ilmu Bayan : ilmu yang mempelajari cara-cara penggambaran imajinatif. Secara
umum bentuk penggambaran imajinatif itu ada dua. Pertama, penggambaran
imajinatif dengan menghubungkan dua hal. Kedua, penggambaran imajinatif
dengan cara membuat metafora yang bisa diindera.
Ilmu Badii’ : ilmu yang mempelajari karakter lafazh dari sisi kesesuaian
bunyi atau kesesuaian makna. Kesesuaian tersebut bisa dalam bentuk
keselarasan ataupun kontradiksi.
Fashahah
Berarti implementasi makna melalui lafazh-lafazh yang jelas.
Fashahah meliputi : 1) Kemudahan pelafalan. 2) Kejelasan makna (tidak
gharib). 3) Ketepatan sharaf. 4) Ketepatan nahwu.
Setiap kalimat yang baliigh mesti fashiih, namun tidaklah kalimat yang
fashiih itu selalu baliigh.
ILMU BAYAN
Tasybih : uslub yang menunjukkan perserikatan sesuatu dengan
sesuatu yang lain dalam sifatnya.
Rukun-rukun atau unsur-unsurnya ialah :
1) Musyabbah : obyek yang ingin disifati
2) Musyabbah bihi : sesuatu yang dijadikan sebagai model untuk perbandingan
3) Wajh al-syibh : sifat yang terdapat dalam perbandingan
4) Aadaat al-tasybih : kata yang dipakai untuk menunjukkan adanya tasybih.
Bisa berupa huruf (kaaf, ka-anna), fi’il (hasiba, zhanna, khaala, dsb), atau
isim (matsal, syibh, syabiih,dsb).
Tasybih Baliigh : tasybih yang unsur-unsurnya tinggal dua saja
yaitu musyabbah dan musyabbah bih.
Tasybih Tamtsili (Tasybih al-Tamtsil, Matsal) : jenis tasybih
yang wajh al-syibh nya murakkab dari beberapa sifat, dan biasanya aqli.
Tasybih Dhamni : tasybih yang dipahami dari siyaq (konteks)
kalimat, dan biasanya dilakukan dengan dua jumlah atau lebih sebagai ganti
dari satu jumlah.
Tasybih Maqlub (Tasybih Yang Dibalik)
Asalnya, sifat yang ada pada musyabbah bih mesti lebih kuat daripada sifat
pada musyabbah. Namun dalam tasybih maqlub, kondisi tersebut dibalik yakni
sifat yang ada pada musyabbah lebih kuat daripada yang ada pada musyabbah
bih. Pembalikan ini dilakukan untuk tujuan mubalaghah, yakni untuk
menunjukkan bahwa sifat yang ada pada musyabbah sudah sangat kuat dan agar
perhatian memang tertuju pada musyabbah.
Tujuan-tujuan Tasybih :
Secara umum tujuan tasybih ialah untuk menjadikan suatu sifat lebih mudah
diindera. Adapun secara terperinci tujuan-tujuan tasybih ialah :
1) Bayaan miqdaar al-shifat (menjelaskan kualitas sifat)
2) Taqriir al-shifat (meneguhkan sifat)
3) Tahsiin al-musyabbah (memperindah musyabbah)
4) Taqbiih al-musyabbah (memperburuk musyabbah)
5) Tashwiir al-musyabbah bi shuurah al-thariifah
6) Itsbaat qadhiyyah al-musyabbah
Majaz : Penggunaan suatu kata dengan makna yang lain daripada
maknanya yang lazim. Kebalikan dari majaz ialah haqiqah.
Majaz ada dua macam :
1) Majaz Mursal : majaz yang tidak dibangun diatas tasybih
2) Isti’arah : majaz yang dibangun diatas tasybih, atau penggunaan kata
tidak dalam makna haqiqinya karena adanya hubungan keserupaan (syibh) antara
makna yang dipakai tersebut dan makna haqiqinya.
Isti’arah Tashrihiyah : mengemukakan maksud musyabbah dengan
menggunakan lafazh musyabbah bih, dan setiap orang mesti akan memahami bahwa
maksud yang sebenarnya ialah musyabbah berdasarkan konteks kalimatnya. Dalam
hal ini sang penutur menggunakan musyabbah bih dengan menghilangkan
musyabbahnya. Konteks kalimat harus benar-benar menunjukkan bahwa musyabbah
bih tidaklah digunakan dalam makna hakikinya, tetapi sebaliknya yakni
mengandung makna musyabbah. Indikasi yang demikian ini disebut sebagai
qarinah al-isti’arah.
Isti’arah Makniyah : Dalam isti’arah ini, musyabbah bih tidak
muncul dengan jelas akan tetapi sedikit samar. Lafazh yang menunjukkan
isti’arah dengan demikian bukanlah lafazh musyabbah bih melainkan
lafazh-lafazh yang mengiringinya atau lafazh-lafazh yang menunjukkan sifat-sifatnya.
Lafazh-lafazh ini dinisbatkan kepada musyabbah bih. Jadi, tasybih yang
ditimbulkan bersifat mudhmar didalam pikiran.
Apabila suatu isti’arah makniyah menyerupakan sesuatu dengan manusia maka ia
disebut tasykhish (personifikasi).
Kinayah : penunjukan terhadap suatu makna yang dimaksud dengan
secara tidak langsung, dimana lafazh yang dipakai tidak sampai keluar dari
makna haqiqinya ke makna majazinya.
Macam-macam kinayah :
1) Kinayah dari shifat
2) Kinayah dari dzat
3) Kinayah dari nisbah
ILMU MA’ANI
Asas dari jumlah ialah isnad. Jumlah terbagi dua : jumlah khabariyah dan
jumlah insya-iyah.
Khabar dan Insya’
Jenis-jenis insya’ yang terpenting : amr, nahy, istifham, dan tamanniy
Tujuan-tujuan Khabar
1) Tujuan asal dan yang lazim ialah untuk memberitahu kepada mukhathab
sesuatu yang belum ia ketahui.
2) Tujuan lainnya ialah ta’tsir nafsi (memberikan kesan kejiwaan) yang
meliputi : ‘izhah (nasihat), sikhriyah(olok-olok), istihtsaats (membangkitkan
semangat), dan madh (pujian).
Bentuk-bentuk Khabar
1) Uslub (dharb) ibtida-iy : tanpa adat ta’kid, digunakan apabila mukhathab
dalam keadaan khaliy al-dzihni.
2) Uslub (dharb) thalabiy : menggunakan satu ta’kid, digunakan apabila
mukhathab ragu-ragu sehingga membutuhkan penegasan.
3) Uslub (dharb) inkariy : menggunakan dua ta’kid atau lebih, digunakan jika
mukhathab mungkir terhadap khabar.
Amar dan Nahy
Shighat-shighat amar : 1) F’il amar. 2) Fi’il mudhari’ yang didahului oleh
laam amr. 3) Mashdar sebagai pengganti fi’il amar
Makna amar : talab al-fi’il dari otoritas yang lebih tinggi kepada otoritas
yang lebih rendah.
Makna nahy : talab tark al-fi’il dari otoritas yang lebih tinggi kepada
otoritas yang lebih rendah.
Namun terkadang amar dan nahy mempunyai makna lain: 1) Doa. 2) Tahqiir. 3)
Tahdiid. 4) Nasihat. 5) Sikhriyyah (olok-olok)
Istifham : Adat-adatnya
1) Dua huruf : hamzah dan hal. Perbedaan antara hamzah dan hal : a) Hamzah
bisa digunakan untuk menuntut penentuan pilihan. Dalam hal ini hamzah
disertai dengan huruf “am” (atau). b) Pertanyaan dengan hamzah cocok
jika digunakan menghadapi orang yang ragu-ragu atau mendustakan.
2) Sembilan isim : 1.Maa : menuntut definisi hakikat yang ditanyakan. 2.Man :
menuntut penentuan yang ditanyakan berupa isim atau shifat yang berakal.
3.Ayyu : menuntut penentuan salah satu dari hal-hal yang di-idhafah-kan
kepadanya. 4.Kam : menanyakan jumlah. 5.Kaifa : menanyakan hal (keadaan).
6.Aina : menanyakan tempat. 7.Annaa : terkadang bermakna “darimana (min
aina)” dan terkadang bermakna “bagaimana (kaifa)”. 8.Mataa : menanyakan
waktu. 9.Ayyaana : menanyakan waktu
Istifham : Makna-makna Yang Ditimbulkannya
Terkadang istifham bisa menimbulkan makna yang bukan makna asli istifham.
Makna-makna tersebut ialah:
1) Ta’ajjub
2) Taubikh
3) Istihzaa’
4) Wa’iid
4) Tamanniy
5) Taqriir
6) Istibthaa’
7) Istihtsaats
8) Tahwiil
Tamanniy
1) Laita
2) Hal
3) La’alla
4) Lau laa
5) Lau maa
ILMU BADII’
Thibaaq wa Muqaabalah
Thibaaq : menggabungkan dua hal yang saling bertentangan dalam sebuah kalam.
Muqabalah : jenis thibaq dimana terdapat dua makna atau lebih yang diikuti
(disusul) dengan lawannya secara urut.
Sajak : kesesuaian pada akhir dari hentian-hentian (waqaf) pada
natsr. Dalam syi’r, yang demikian ini disebut dengan qafiyah.
Sebagian ulama tidak sepakat apabila dikatakan bahwa kebanyakan ayat
Al-Qur’an merupakan sajak-sajak. Dalam hal ini mereka lebih suka menyebutnya
sebagai faashilah (jamak : fawaashil). Mereka mengemukakan dua alasan :
1) Sajak itu mesti berulang-ulang sebagaimana qafiyah dalam syi’r. Sementara,
apa yang terdapat dalam Al-Qur’an tidaklah seluruhnya demikian.
2) Sajak itu dibuat dengan mengalahkan makna dalam rangka kesesuaian bunyi
atau lafazh. Sementara, Al-Qur’an sangat memelihara makna atau menjadikan
makna sebagai hal ang terpenting diatas yang lainnya.
Jinas : keserupaan lafazh antara dua kata atau lebih tanpa disertai
keserupaan makna.
Jinas ada dua : taamm dan naaqish
Tauriyah : penggunaan dua kata yang sama dengan makna yang
berbeda.
|
0 komentar:
Post a Comment