Monday, August 15, 2016

PEMBAHASAN LENGKAP TENTANG MUBTADA



           Mubtada adalah kaidah dalam ilmu  nahwu yang paling populer dan paling mendasar, memahami kaidah ini wajib hukumnya bagi orang yang ingin menguasai bahasa arab khususnya ilmu nahwu dengan sempurna. Oleh karena ini itu melalui postingan ini penulis ingin berbagi penjelasan tentang seluk-beluk kaidah mubtada yang di ambil dari beberapa referensi yang menurut penulis sangat koheren untuk dijadikan sumber untuk belajar ilmu nahwu.
Untuk lebih terperinci penulis akan membagi pembahasan mubtada kedalam bebetapa subpembahasan.
A.    Mubtada
a.      Definisi
Banyak para nuhat (ulama ahli nahwu) yang memberikan definisi terhadap kaidah yang satu ini, sehingga mubtada termasuk salah satu kaidah nahwu yang mempunyai banyak pendefinisian, sebagai berikut:
1.      Menurut Seyekh Daud As-Shonhaji
المبتداء هو الاسم المرفوع العارى عن العوامل اللفظية
2.      Menurut Syekh Aj-Jurjani
المبتداء هو الاسم المجرد عن العوامل اللفظية مسندا اليه، او الصفة الواقعة بعد الالف الاستفهام،
او حرف النفي الرافعة للظاهر
3.      Menurut Syekh Ibnu Hisyam Al-Anshori
   المبتداء هو الاسم المجرد عن العوامل اللفظية للاسناد فى اسم الجنس يشمل الصريح والمؤول
4.      Menurut Agus Shahib Al-Khairani
المبتداء هو اسم مرفوع مجرد عن العوامل اللفظية تبدأ به الجملة الاسمية سوء كان اسما صريحا
 او مؤولا
Dari empat definisi diatas dapat ditarik empat persamaan yang dapat menjadi konsep dasar dari mubtada, yaitu:
1.      Mubtada itu adalah isim marfu’( termasuk isim yang beri’rab rafa’)
2.      Tidak dimasuki amil (indikator) yang bersifat lafdi
3.      Mubatada dapat dibentuk dari isim sharih atau muawwal
b.      Penjelasan
Mubatada adala isim yang beri’rab rafa’ dan termasuk anggota dari marfuatil asma , selain dari fail, naib al-fail dll. Sebagaimana dalam kajian ilmu nahwu semua keadaan i’rab harus beralasan, dengan kata lain tidak mungkin mubtada ber’irab rafa’ tanpa adatu:
 indikator yang melatar belakanginya yang lajim disebut amil /awaamil,  secara garis besar ada dua amil  dalam nahwu, yaitu:
1.      Amil maknawi (عامل معنوي)
ما لا يتلفظ باللسان ولا يدرك بالعين بل بالجنان فقط  
“Ialah amil yang tidak dapat diucapkan maupun dilihat akan tetapi hanya dapat dirasakan dengan hati”
2.      Amil lafdzi   (عامل لفظي)

 ما يتلفظ باللسان و يدرك بالعين
“ Ialah amil yang dapat diucapkan dan dilihat”
Untuk rafa’ mubtada itu sendiri seperti yang telah di jelaskan bahwa mubtada tidak dimasuki amil yang berbentuk lafdzi melainkan amil yang berbentuk maknawi, yang menurut ulama ahli nahwu amil maknawi yang merafa’kan mubtada adalah ibtida ( menjadi peemulaan), sebagaimana imam ibnu malik dalam kitabnya yang sangat popular dikalangan pesantren dan bahkan menjadi kurikulum wajib dipesantren-pesantren tradisional , ia berkata :
ورفعوا مبتداء بالابتداء # كذاك رفع خبر بالمبتداء
Jadi amil yang merafa’kan mubtada sifatnya kasat mata tidak mampu dilihat dengan panca indra, akan tetapi ta’sir (pengaruh)nya jelas terlihat.
Untuk bahan baku peembentukan  mubtada kita dapat membentuknya dari isim sharih  seperti dalam contoh الحمد لله atau isim muawwal seperti dalam contoh وان تصوموا خير لكم.
c.       Klasifikasi mubtada
Jika kitak melakukan pengklasifikasifian terhadap mubtada, maka mubtada daapat diklasifikasikan dari dua sisi, yaitu:
1.      Berdasarkan komponennya, mubatada terbagi menjadi dua, yaitu:
a.       Mubtada isim sharih, adapun yang termasuk isim sharih adalah domir munfasil, isim alam,isim isyaroh, isim mausul, isim yang dima’rifatkan dengan alif lam, isim yang diidhafatkan kepada isim ma’rifat seperti contoh الحمد لله
b.      Mubtada muawwal bi as-sharih, yaitu mubtada yang terbuat dari fiil mudhari yang didahului oleh ان amil nawasib  ان )  masdariah ), jika fiil mudhari di dahului oleh ان amilnawasib maka bias ditakwil menjadi masdar seperti dalam contoh وان تصوموا خير لكم bias di takwil menjadi  صيامكم خير لكم
2.      Berdasarkan mubtadanya, mubtada terbagi menjadi dua,yaitu:
a.       Mubtada lahu khobar, yaitu mubtada yang khobarnya terbuat dari isim sharih atau isim muawwal bi as-sharih, seperti contoh الحمد لله dan صيامكم خير لكم
b.      Mubtada lahu fail sadda masadda khobar, yaitu mubtada yang khobarnya berupa fail yang menduduki posisi khobar, hal ini apabila mubtada terbuat dari isim fail, sifat musabahat yang didahului oleh nafyi atau istifham, seperti dalam contoh  ما عالم زيد، اعالم زيد،ما قتيل زيد
c.       Mubtada lahu naib fail sadda masadda khobar, yaitu mubtada yang khobarnya berupa naib al-fail  yang menduduki posisi khobar, hal ini apabila mubtada terbuat dari isim maful yang didahului oleh nafyi atau istifham, seperti dalam contoh   ما مضروب زيد، امضروب زيد

d.      Hukum-hukum yang berhubungan dengan mubtada
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh mubtada, yaitu:
1.      Mubtada harus berada di permulaan kalimat
2.      Mubtada harus beri’rab rafa’
3.      Isim yang dijadikan mubtada harus berupa isim ma’rifat dan tidak boleh dari isim nakiroh , seperti perkataan imam ibnu malik dalam kitab alfiyah
ولا يجوز الابتداء بالنكرة # ما لم تفد كعند ريد نمرة
4.      Mubtada tidak boleh dimasuki amil lafdzi
Keempat syarat tersebut harus terpenuhi agar dapat dikatakan sebagai mubtada, namun itu hanya merupakan konsep dasar dari mubtada karena pada kenyataannya banyak terdapat dalam literature bahasa arab yang tidak sesuai dengan syarat tersebut, sebagaimana berikut:
a.       Mubtada boleh terletak setelah khobar (asal susunannya adalah mubtada-khabar)  dengan ketentuan sebagai berikut:
1.      Hukumnya boleh, jika keadaannya sebagai berikut:
a.       Jika memberikan penekanan pada makna kobar, karena itu yang menjadi maksud pokok, seperti dalam kalimat  ممنوع التدخين  (dilarang merokok) kata التدخين yang merupakan mubtada boleh diletakan setelah khobarya hal ini bertujuan untuk memberikan penekanan pada khobar bahwa meroko itu dilarang.
b.       Jika susunan mubtada dan khobar didaului oleh huruf nafyi atau istifham, seperti dalam contoh  اقائم انت(apakah yang berdiri itu engkau), kata انت yang merupakan mubtada boleh diletakan setelah khobar karena didahului oleh huruf istifham
c.       Jika khobar berbentuk sibhu jumlah (jar majrur atau dzorof ) sedangkan mubtada terbuat dari isim ma’rifat seperti dalam contoh امام القاضى قائل الحق  (didepan hakim ada orang yang berkata benar) kata  قائل الحق  yang merupakan mubtada boleh diletakan setelah khobarya karena khobarnya dibentuk dari sibhu jumlah
2.      Hukumnya wajib, jika keadaannya sebagai berikut
a.       Jika khobar berbentuk sibhu jumlah sedangkan mubtada terbuat dari isim nakirah, seperti dalam contoh عندي دينار  (saya mempunyai uang dinar), kata دينار yang merupakan mubtada harus  diletakan setelah khobar karena mubtada terbuat dari isim nakirah.
b.      jika khobar terbuat dari kata yang harus terletak di awal kalimat seperti isim istifham , dalam contoh متى الامتحان  (kapan ujian?), kata الامتحان merupakan mubtada harus  diletakan setelah khobar karena khobarnya terbuat dari kata yang harus diletakan diawal kalimat.
c.       Jika mutada menyimpan domir yang kembali pada khobar, seperti dalam contoh   على قلوب اقفالها (kunci hati terletak pada hati itu sendiri), kata  اقفالها merupakan mubtada harus  diletakan setelah khobar karena mubtada menyimpan domir yang kembali pada khobarnya.
b.        Boleh membuat mubtada dari isim nakirah
Pada konsep awal kita tidak boleh membuat mubtada dari isim nakiroh namun  pada kenyataannya ada mubtada yang terbuat dari isim nakiroh dan hal ini pun diperbolehkan dengan beberapa syarat, yang lajim disebut dengan musawwigat (hal-hal yang membolehkan membuat mubtada dari isim nakiroh), adapun jumlah musawwighot setiap referensi memuat dengan jumlah yang berbeda, namun yang saya akan bahas adalah apa yang syekh ibnu malik katakana dalam kitab alfiyah
وهل فتى فيكم فما خل لنا # ورجل من الكرام عندنا
ورغبة فى الخير خير وعمل # بر يزين وليقس ما لم يقل
       Jika bait diatas di sarikan maka kita dapat  membuat mubtada dari isim nakiroh  dengan musawwigot-musawwigot sebagai berikut
1.      Jika isim nakiroh didahului oleh istifham seperti  contoh هل فتى فيكم
2.      Jika isim nakiroh didahului oleh huruf nafyi  seperti contoh ما خل لنا 
3.      Jika isim nakiroh disifati seperti dalam contoh رجل من الكرام عندنا 
4.      Jika isim nakiroh beramal terhadap kalimat setelahnya, seperti dalam contoh رغبة فى الخير خير
5.      Jika isim nakiroh di idhofatkan pada isim nakiroh ,seperti contoh عمل بر يزين 
Selain dari musawwigot diatas sebenarnya masih banyak musawwigot-musawwisot yang lain, bahkan Agus Shahib Al-khaironidalam kitab audloh al-manaahij  memuat 19 musawwigot, untuk lebih penjelasan lebih lengkapnya silahkan dibaca kitab tersebut.
c.       Membuang mubtada, khobar atau kedua-duanya
   Pada konsep awal mubtaa dan khobar harus  ada pada sebuah kalimat, namun kitah boleh membuang salah satu dari mubtada atau khobar bahkan kita bias membuang keduanya.
1.      Membuang mubtada, dengan ketentuan sebagai berikut,
a.       Membuang mubtada
 Hukumnya boleh hal ini dalam sebuah pertanyaan, yang mana dengan menjawab khobarnya saja sudah mafhum, seperti dalam contoh كيف زيد؟ دنف    asalnya adalah   زيد دنف
2.      Membuang khobar
     Hukumnya boleh membuang khobar dengan syarat perkataan dapat dimengerti. Seperti dalam sebuah pertanyaan  من عندكما ؟ زيد  asalnya عندنا زيد  
3.   Membuang keduanya, 
    Hukumnya boleh dengan syarat perkataan dapat dimengerti seperti jawab   نعم dari pertanyaan  هل انت مسلم؟asalnya نعم انا مسلم

Referensi:

1.     Kitab audloh al-masalik
2.     Kitab mutammimah al-jurumiah
3.     Skripsi Husni Gundar (mubtada wa al-khobar fii surat al-a’raf)
4.     Kitab qawaaid al-lugah al-arabiyah

Catatan: untuk pembahasan khobar bisa dilihat di post berikutnya


0 komentar:

Post a Comment

loading...